Iftitah (Masyarakat dan Muhammadiyah)[1]
Hidup
bermasyarakat itu sunnah (hukum quadrat iradat) Allah atas kehidupan manusia di
dunia ini. Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanya
dapat diwujudkan atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong,
tolong menolong dengan berlandaskana hukum Allah yang sebenar-benarnya, dan
terlepas dari pengaruh rayuan syaitan dan hawa nafsu.
Agama
Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa
suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan
sebaik-baiknya. Mejunjung tinggi hukum Allah lebih dari pada hukum yang manapun
juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku bahwa tiada
Tuhan yang patut disembah selain Allah semata. Agama Islam adalah agama Allah
yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai kepada NAbi Muhammad
saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia
duia dan akhirat.
Untuk
menciptakan serta mewujudkan masyarakat yang bahagia dan sentausa, tiap-tiap
orang terutama dalam Islam, umat yang percaya akan Allah dan hari kemudian,
wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi. Beribadah kepada Allah dan berusaha
segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk
menjelmakan masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang tulus, murni dan
ikhlas karena Allah semata, dan hanya mengharap karunia dan Ridha-Nya belaka,
serta mempunyai rasa tanggung jawab dihadirat Allah atas segala perbuatannya.
Lagi pula harus sabar, tawakkal dan bertabah hati menghadapi segala kesukaran
atau kesulitan yang menimpa dirinya. Dengan penuh pengharapan perlindungan dan
pertolongan Allah yang Maha Kuasa, juga harus tegar dan penuh kesabaran dalam
menghadapi rintangan-rintangan yang selalu datang.
untuk
mewujudkan masyarakat yang diharapkan seperti diatas itu, maka dengan rahmat
Allah di dorong oleh firman-Nya dalam Al-qur’an:
“Adakanlah dari kamu sekalian, golongan umat
yang mengajak kepada keislaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari pada
kemungkaran. Mereka itulah golongan orang yang beruntung berbahagia” (Q.S
Ali-Imran : 104)
Pada
tanggal 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah bertepatan dengan 18 November 1912,
berdirilah suatu persyerikatan sebagai gerakan Islam yang disebut dengan
“Muhammadiyah” yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan. Gerakan islam ini tersusun
dengan majlis-majlis (bagian-bagian)nya, mengikuti peredaran zaman serta
berdasarkan Syura yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan muktamar. Kesemuanya itu, perlu
untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti
sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW, guna mendapatkan karunia dan ridhaNya
didunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia
diserta nikmat dan Rahmat Allah yang malimpah-limpah, sehingga merupakan : “
Baldatun Thoyyibatun, wa Rabbun Ghofur “ suatu Negara yang indah,
bersih suci dan makmur di bawa perlindungan
Tuhan Yang Maha Pengampun.
Maka
dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan umat Islam dapatlah diantarkan kepintu
gerbang syurga “Jannatun Na’im”
dengan keridhaan Allah Yang Rahman dan Rahim.
Apakah Muhammadiyah itu?
Muhammadiyah
adalah persyerikatan yang merupakan gerakan islam. Maksud gerakannya ialah
Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar yang ditujukan kepada perseorangan dan masyarakat. Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar kepada perseorangan terbagi
kepada dua golongan: Pertama, Kepada
yang telah Islam bersifat pembaharuan (Tajdid), yaitu bersifat mengembalikan
kepada ajaran Islam yang asli dan murni. Kedua,
kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.
Adapun Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar kepada masyarakat, bersifat kebaikan,
bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar taqwa dan
mengharap keridhaan Allah semata.
Dengan
melaksanakan Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dengan caranya
masing-masing yang sesuai, muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju
tujuannya, ialah “Terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.”
Bagaimanakah
Mengkaji Muhammadiyah dengan Berbagai Teori?
Setelah
mengetahui apa itu Muhammadiyah, dan akan dikaji dari segi teologis. Namun
perlu juga diuraikan terlebih dahulu apa itu “teori”. Menurut Kamus Ilmiah
Populer, Teori : dalil (ilmu pasti); ajaran atau paham (pandangan) tentang
sesuatu berdasarkan kekuatan akal (ratio); patokan dasar atau garis-garis dasar
sains dan ilmu pengetahuan; pedoman praktek.[2]
Oleh
karena itu, pembahasannya akan mengupas tentang Muhammadiyah dilihat dari segi
teori-teori rasio individual. Baik dari cara mengamalkan amalannya ataupun dari
kenapa orang memasuki Muhammadiyah tersebut. Teori-teori dari luar
Muhammadiyahpun akan dikorelasikan dengan hal-hal yang berkenaan dengan
Muhammadiyah tersebut.
Dalam
menjalankan segala amalan-amalan baik yang telah diajarkan oleh KH Ahmad
Dahlan, menggunakan teori-teori yang telah ditawarkan oleh KH Dahlan sendiri
dalam bentuk pelajara-pelajaran ataupun pesan-pesan yang beliau sampaikan
kepada generasi muda (muridnya). Ataupun teori yang muncul dari sesepu Muhammadiyah
setelah KH Dahlan. Seperti Buyya Syafi’i Ma’arif yang selalu memberikan ide-ide
yang sangat cemerlang bagi Muhammadiyah khususnya, Negara secara umumnya dalam
menjalankan segala seluk beluk organisasi (Muhammadiyah) dan pemerintah
(Negara).
Setelah
dianalisa dan dipahami, ada beberapa point berikut ini yang dirasa bisa
dijadikan teori dalam memahami Muhammadiyah:
1. Suatu
hari KH Dahlan berkata; “saya akan
belajar sepanjang hayat”.
“saya akan belajar sepanjang
hayat” kata KH A. Dahlan suatu hari. Dan ia benar-benar telah memenuhi
kata-kataya itu. Hampir sepanjang hayatnya ia terus belajar, memburu ilmu
kepada para ulama ternama serta membaca dan terus membaca. Tak heran puluhan
kitab penting dan ratusan buku ia miliki secara pribadi, serta kitab-kitab itu
dikajinya berulang-ulang. Antara lain kitab Tauhid karya Syekh Muhammad Abduh,
dan kitab fil bid’ah karya ibnu Taimiyah. Mereka merupakan dua pemikir islam
yang telah banyak mempengaruhi pemikiran kyai Dahlan.[3]
Selain membaca buku dan kitab, kiai Dahlan juga rajin bertukar pikiran dengan
ulama-ulama ternama. Ia juga tekun mengikuti perkembangan pemikiran pembaruan
Islam melalui majalah Al-Manar yang di asuh Sayyid Rasyid Ridha. Dari majalah
ini pula, antara laij ia menyimak gagasan-gagasan pembaruan Islam dari
Jamaluddin Al-Afghani. Sifat selalu haus ilmu sudah tampak pada diri anak
keempat kiai Abu Bakar ini sejak kecil. Mendapatkan pengetahuan agama yang
pertama dari ayahnya, Dahlan kemudian berguru kepada beberapa ulama ternama. KD
Dahlan belajar tafsir dan hadist, bahasa Arab dan ilmu Fiqih.
Maksud dari Pelajaran atau teori
yang digunakan oleh Kyai Dahlan ini tidak jauh beda dengan pepatah yang
mengatakan: “Uthlubul ‘ilma wallau
bissin” Tuntutlah ilmu, walaupun ke Negri Cina. Antara pelajaran yang
diberikan oleh KH Dahlan dengan pepatah tersebut ada kesinambungan yaitu
sama-sama menekankan kepada generasi (muda Islam) penuntut ilmu untuk selalu
menuntut ilmu tanpa ada batasnya. Sebagian dari generasi islam (muda)pun telah
melakukan hal yang dipesankan oleh KH Dahlan ini terutama generasi estafet
Muhammadiyah.
Jika dilihat kaitan
Muhammadiyah dengan kata bijak tersebut,
Muhammadiyah tidak akan dapat dilestarikan jika para penerusnya tidak memeliki
ilmu pengetahuan yang sesuai dengan diharapkan oleh ayahanda Muhammadiyah KH
Ahmad Dahlan. Sebagai generasi yang peduli akan kemajuan persyerikatan
(Muhammadiyah) memang harus menguasai segala bentuk ilmu pengetahuan yang ada.
Dan mengamalkan hadis Rasulullah: meuntut
ilmu itu diwajibkan bagi Musliin dan Muslimat sejak Lahir hingga mati.[4]
Hadis inilah yang membuat KH Ahmad Dahlan semakin bersemangat untuk terus
berjuang dalam mencari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya yang akan ia
manfaatkan untuk kelansungan dan kemajuan Muhammadiyah.
Ini merupakan pengetahuan
teoritis sekaligus praktis yang di contohkan oleh KH Ahmad Dahlan untuk
dilakukan oleh orang-orang yang memang akan menjadi penerus serta pemerhati
Muhammadiyah kedepannya. Kualitas dan kepribadian dari individu tersebut juga
memang harus diperhatikan dalam melanjutkan perjuangan Muhammadiyah, agar
persyerikatan Muhammadiyah tetap dipegang oleh individu-individu yang memiliki
kepribadian yang slalu berpikir maju dan
berkemajuan dalam menjawab tantangan-tantangan sosial, politik,
kebudayaan, keberagamaan dan menjadi pencerah bagi kalangan masyarakat baik
masyarakat Muhammadiyah ataupun masyarakat umum lainnya.
2. Teori
Al-Ma’un dalam Muhammadiyah
“Membaca
Al-qur’an itu harus mengerti artinya, memahami maknanya, lalu melaksanakannya.
Bila Cuma mengahafal tanpa melaksanakannya, lebih baik tak menambah bacaan
surah.”
Pesan yang disampaikan oleh
Dahlan yang sangat getol dengan Al-ma’un itu dan dapat juga dijadikan sebagai
salah satu langkah teori untuk memperdalami amalan-amalan yang telah diperbuat
oleh Muhammadiyah dalam bermasyarakat.
Dahlan tidak sekedar terpesona
pada keindahan susunan ayat pada jus 30 itu qur’an itu. Tapi bila dia menyuruh
santrinya mengulang Al-Ma’un untuk meresapkan sekaligus untuk mengamalkan
perintah pada surah yang menjelaskan
sifat buruk manusia yang mendustakan agama, menghardik anak yatim-piatu,
tak menyantuni dhuafa’, bahkan enggan menolong dengan barang berguna.
Untuk mengamalkan surat itu,
Dahlan mengajak santri-santrinya ke Pasar Beringharjo, Malioboro, dan Alun-alun
utara Yogyakarta. Ditempat-tempat itu berkeliaran pengemis dan kaum fakir. Ia
memerintahkan setiap santrinya untuk membawa fakir itu ke Mesjid Besar.
Dihadapan para santri, Dahlan membagikan sabun, sandang dan pangan kepada kaum
fakir. Ia meminta fakir miskin untuk tampil bersih. Sejak saat itulah,
Muhammadiyah aktif dalam menyantuni fakir miskin dan yatim piatu, dengan
membentuk bagian Penolong Kesengsaraan Umum. Bagian itu selanjutkan
dikembangkan , mendirikan Rumah Sakit dan badan sosial lainnya. Kenapa Dahlan
bersikukuh pada Al-Ma’un? Ia rupanya enggan terjebak pada retorika. Al-qur’an
bagi Dahlan bukan itu sekedar dikumadangkan tapi harus diamalkan.[5]
Dimasa hayatnya, memang sebagian
besar ummat terjebak pada pensakralan Qur’an maupun ajaran yang baur dengan
budaya local. Qur’an menjadi pajangan yang dikramatkan. Semua itu memotivasi
Dahlan untuk mendidik para santrinya membumikan Al-qur’an. “Al-qur’an bagi
Dahlan lebih mementingkan aksi” urai Hajriyanto Y. Thohari yang disampaikannya
dalam satu kesempatan diskusi. Bahagian dari mementingkan aksi, Dahlan dalam
kesehariannya mencoba mengamalkan setiap perintah yang terkandung dalam
Al-qur’an.
3. Mengambil
contoh dari Teori Kemiskinan.
Kerbo
(1996) mengidentifikasikan ada beberapa teori kemiskinan. Pertama, teori Sosial Darwinian. Teori ini kali pertama muncul
dalam sosiologi dan mencoba menjelaskan kemiskinan dalam pengertian prilaku dan
sikap orang miskin itu sendiri. Orang miskin itu miskin karena mereka tidak
bekerja keras, mereka mempergunakan uang untuk berjudi, mabuk-mabukkan dan
kemewahan yang tidak di butuhkan dan mereka juga memiliki kehidupan yang kacau
balau. Mereka tidak memiliki ambisi, tidak mempuyai panggilan batin utuk
bekerja, fatalisitik dan menderita karena kurang pendidikan.[6]
Kitapun
bisa untuk membingkai Muhammadiyah dengan menggunakan teori atau definisi ini.
Jika dipahami, teori kemiskinan dari Darwinian diatas mengandung unsur sebab-akibat orang jatuh miskin,
menjelaskan orang jatuh miskin akibat perbuatan mereka sendiri. Disebabkan
karena mereka yang malas, tidak bekerja keras, menggunakan uang untuk berjudi,
mabuk-mabukkan dan sifat-sifat tercela lainnya sehingga mengakibatkan mereka
jatuh miskin dan bangkrut. Dan apabila dijadikan analogi dalam memahami
Muhammadiyah, akan timbul pertanyaan dalam bingkai sebab-akibat. Kenapa orang
kenal dengan Muhammadiyah? Kenapa orang Jatuh cinta pada Muhammadiyah dan masuk
kedalam Muhammadiyah kemudian berMuhammadiyah?
Kalau
dicermati, kebanyakan dari para kader Muhammadiyah memiliki cirri-ciri khusus
dalam bermuhammadiyah. Salah satunya adalah mereka telah jatuh cinta pada
Muhammadiyah. Kemudian mencintai Muhammadiyah sepanjang hidupnya. Proses jatuh
cinta seseorang kepada Muhammadiyah dapat bermacam-macam. Diantaranya: ada yang
bercerita, dia jatuh cinta kepada Muhammadiyah secara berlahan-lahan. Karena
sering mengikuti orang tuanya yang juga aktivis persyerikatan Muhammadiyah dan
dia sering diajak ikut pengajian dan pertemuan yang diadakan oleh Muhammadiyah.
Dia juga kenal dengan Muhammadiyah sejak sekolah, yaitu sekolah Muhammadiyah
yang ada di desanya. Setelah kuliah dia berkeja menjadi guru, kemudian menikah
dengan aktivis NA. saat berumah tangga dan punya anak satu, dia mulai sadar,
ternyata diam-diam telah jatuh cinta kepada Muhammadiyah. Ia pun makin giat
dalam persyerikatan.
Ada pula
cerita kader Muhammadiyah sejati yang bercerita bahwa pada mulanya dia tidak
suka pada Muhammadiyah. Akan tetapi ketika dia sakit dan dirawat di PKU
Muhammadiyah, diapun spontan jatuh cinta kepada Muhammadiyah. Ia sangat
mengahumi para perawat yang ramah, dokter yang sungguh-sungguh dalam merawat
dia, manajemen Rumah Sakit yang rapi, suasana rumah sakit yang tenang, dan
terasa religious. Waktu itu dia kaget dan merasa menyesal kenapa dia pernah
tidak suka kepada Muhammadiyah. Sepulang dari rumah sakit dia lansung
mendatangi tokoh Muhammadiyah untuk menyatakan maksudnya bergabung dengan
Muhammadiyah. Pilihan untuk bergabung ini ternyata sangat pas. Sebab, dia dapat
mengekpresikan cintanya pada Islam lewat Muhammadiyah. Dan bagi Muhammadiyah
sendiri bergabungnya orang ini merupakan factor plus. Sebab, pada waktu-waktu
berikutnya dia selalu berjuang di Muhammadiyah, bersama Muhammadiyah dan untuk
Muhammadiyah.[7]
Antara
teori kemiskinan yang mengandung unsure sebab akibat orang jatuh miskin,
ternyata satu makna dengan orang Muhammadiyah yang tanpa sebab yang mereka
sadari mereka telah jatuh cinta kepada Muhammadiyah. Melalui Teori Kemiskinan
ini kita bisa mengkaji Muhammadiya lebih banyak dan lebih mendalam. Serta bisa
juga mengungkap cerita-cerita tentang kader-kader sejati Muhammadiyah yang
jatuh cinta kepada Muhammadiyah melalui berbgai jalan. Paradigmatic dalam
menggunakan teori ini kedalam Muhammadiyah menggunakan pemikiran analogi.
4. Mengkaji
Muhammadiyah menggunakan Teori Getak Sejarah.
Dalam membicarakan perkembangan
sejarah peradaban manusia, berbagai pandangan mencoba untuk memberikan
gambaran. Umumnya kita mengenal pembagian
teori gerak sejarah. Salah satu bunyi adalah : sejarah digambarkan dalam
perkembangan yang sangat oportunitis bahwa peradaban manusia berkembang secara “linear” (garis lurus).
Asumsi dari pemikiran ini adalah peradaban manusia itu akan bertambah maju
bersama waktu tanpa suatu akhir. Dasar asumsi ini adalah seperti yang
dikemukakan oleh August Comte (1798-1857) dan Herbert Spencer (1820-1903),
adalah kepercayaan terhadap kesempurnaan kemampuan manusia yang tidak terbatas,
kecuali usia bumi tempat manusia hidup.
Pada umumnya penganut teori ini
percaya bahwa sungguhpun perkembangan masyarakat berlansung lambat
(evolusionistis), tetapi masyarakat itu secara pasti berkembang kearah yang
lebih baik.[8]
Jika kita memahami Muhammadiyah dengan berkecamatakan teori Getak Sejarah ini,
juga memiliki pemikiran yang sama dengan orang-orang yang memahami teori ini.
Muhammadiyah memiliki tujuan untuk “mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”, masyarakat yang
sebenar-benarnya yang dimaksud adalah (salah satunya) masyarakat yang selalu
mengindahkan kandungan Al-qur’an dan membawa perubahan kepada hal-hal yang
lebih baik.
Jika dilihat dari kandungan isi
dari maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi
agama islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Prof. K.H
Farid Ma’ruf yang diberi oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah bagian pendidikan dan
pengajaran pada tahun 1966 menulis buku berjudul “Penjelasan Tentang Maksud dan
Tujuan Muhammadiyah”. Kalimat Menegakkan danMenjunjung Tinggi Agama Islam
Sehingga Terwujud Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya mengandung arti
membangun memelihara dan memegang teguh agama Islam dan menanam rasa cinta dan
taat kepada ajarannya, melebihkan ajaran Islam dari ajaran-ajaran lain.[9]
Daftar Pustaka
Baidhawy, Zakiyuddin. Teologi Neo Al-Maun Manifesto Islam Menghadapi Globalisasi Kemiskinan
Abad 21. 2009. Yogyakarta: Civil Islamic Institude
Biyanto. Teori
Siklus Peradaban Perspektif Ibnu Khaldun. 2004. Surabaya: LPAM
Jabrohim. Muhammadiyah
Gerakan Kebudayaan yang Berkemajuan. 2010. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Maulana, Ahmad. Kamus Ilmiah Populer Kengkap. 2008. Yogyakarta: Absolut
Nashir, Haedar Dr. Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan. 2010. Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah
Sucipto, hary dan Nadjamuddin Ramly. Tajdid Muhammadiyah Dari Amad Dahlan sampai
A. Syafi’i Ma’arif. 2005. Jakarta Selatan: Grafindo
[1]
Agenda Muhammadiyah PDM Kab. Sukoharjo.
[2]
Achmad Maulana, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, 2008, Absolut: Yogyakarta hal 500
[3]
Hery Sucipto dan Nadjamuddin Ramly, Tajdid Muhammadiyah, 2005, Grafindo
Khazanah IImu, Jakarta Selatan Hal 28
[4]
Hery Sucipto dan Nadjamuddin Ramly, Tajdid Muhammadiyah, 2005, Grafindo
Khazanah IImu, Jakarta Selatan Hal 29
[5]
Hery Sucipto dan Nadjamuddin Ramly, Tajdid Muhammadiyah, 2005, Grafindo
Khazanah IImu: Jakarta Selatan Hal 30-31
[6]
Zakiyuddin Baidhawy, Teologi Neo Al-Ma’un Manifesto Islam Menghadapi Globalisasi
Kemiskinan Abad 21, 2009, Civil Islamic Institute: Yogyakarta hal 78
[7]
Jabrohim, Muhammadiyah Gerakan Kebudayaan yang Berkemajuan, 2010, Pustaka
Pelajar: Yogyakarta, hal 35-37
[8]
Biyanto, Teori Siklus Peradaban, 2004, LPAM: Surabaya, hal 18
[9]
Dr. Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan, 2010, Suara Muhammadiyah:
Yogyakarta, hal 323
Tidak ada komentar:
Posting Komentar